MAKALAH
EKSEPSI,REPLIK DUPLIK,PUTUSAN PENGADILAN,GANTI RUGI, DAN REHABILITASI
Disusun oleh : Achmad Syarifudin / 15030050
Jurusan : Al Ahwal Asy Syakhsiyah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM YOGYAKARTA
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Dengan mengucap puji syukur
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya. Sehingga makalah
tentang eksepsi,replik duplik,putusan pengadilan,ganti rugi,dan rehabilitasi,dapat
terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusun makalah ini
dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk iti penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada.
1.
Bpk.ricy
Fatkhurrokhman,dosen mata kuliah hukum pengadilan tata usaha negara
2.
Semua pihak yang
terkait dalam penulisan makalah ini
Penyusu menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir dari
segalanya,melinkan langkah awal yang masih banyak memerlukan koreksi. Oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah
selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat kepada semua pihak
pada umumnya dan peda penulis khususnya.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Rongkop,27 April 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................
i
DAFTAR
ISI .........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakan…...........................................................................
1
B. Maksud dan tujuan ......................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Eksepsi,Replik,Duplik…............................................ 3
B. Putusan pengadilan
...................................................................... 8
C. Ganti rugi .....................................................................................
9
D.Rehabilitasi.................................................................................. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Dalampemeriksaanperkaradalampengadilannegeritahapjawabmenjawabantaratergugatdanpenggugatadalahhalyangpentingapayang
dikemukakanolehtergugatitulebihpentingdaripadapenggugatkarenatergugatadalahsasaranpenggugat.Padadasarnyatergugattidakwajibmenjawabgugatanpenggugat,
akantetapijikatergugatmenjawabnyamakadilakukansecaratertulismaupunsecaralisan.
Jawabantergugatbisaberupapengakuan, bantahan, tangkisandanreferte.
Denganmacam-macamjawabantersebutmaka,
makalahiniakanmengambilsalahsatupermasalan yang
akandibahasyaitutentangtangkisanatau (eksepsi),replik duplik,putusan pengadilan,ganti rugi,dan
rehabilitasi.
Eksepsiadalahsuatutangkisanatausanggahan yang tidakmenyangkutpokokperkara.
Eksepsidisusundandiajukanberdasarkanisigugatan yang
dibuatpenggugatdengancaramencarikelemahan-kelemahanataupunhal lain
diluargugatan yang dapatmenjadialasanmenolak/menerimagugatan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan
bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata
Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha
Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan
yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut
haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No
5 Tahun 1986.
\
B.
RumusanMasalah
1.
Apakah yang
dimaksuddenganEksepsi,replik duplik?
2.
apa saja unsur-unsur putusan pengadilan ?
3.
Apayang
dimaksud ganti rugi,dan rehabilitasi ?
C.
TUJUAN PENULIS
1.
Mahasiswa dapat mengetahui tenteng eksepsi,replik
duplik.
2.
Mahasiswa dapat mengetahui unsur-unsur dalam putusan
pengadilan.
3.
Mahasiawa dapat mengetahui tenteng ganti rugi serta
rehabilitasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Esepsi,Replik,Duplik
1. Eksepsi
Dalam jawaban tergugat atas gugatan
penggugat, lazim tergugat mengajukan eksepsi. Eksepsi adalah sanggahan terhadap
suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara atau pokok
perlawanan dengan maksud untuk menghindari gugatan dengan cara agar hakim
menetapkan gugatan tidak diterima atau ditolak.
Terkait tangkisan atau eksepsi, bisa
juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap materi pokok
gugatan penggugat. Tujuan pokok pengajuan eksepsi, yaitu agar pengadilan
mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara.
Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan
putusan negatif, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan berdasarkan
putusan negatif itu, pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung
penyelesaian materi pokok perkara.
Didalam Herziene Inlandsch
Reglement (“HIR”) hanya
mengenal satu macam eksepsi ialah eksepsi perihal tidak berkuasanya hakim.
Eksepsi ini terdiri dari dua macam, eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut
dan eksepsi yang menyangkut kekuasaan relatif. Kedua macam eksepsi ini termasuk
eksepsi yang menyangkut acara, dalam hukum acara perdata disebut eksepsi
prosesuil (procesueel).
Sedangkan menurut ilmu pengetahuan
hukum acara perdata, tangkisan atau eksepsi dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Eksepsi
tolak (declinatoir exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat
menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk jenis ini ialah
eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya gugatan, eksepsi
perkara telah pernah diputus, eksepsi penggugat tidak berhak mengajukan
gugatan, eksepsi tidak mungkin naik banding.
b. Eksepsi
tunda (dilatoir exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat
menunda diteruskannya perkara. Termasuk jenis ini adalah eksepsi karena ada
penundaan pembayaran dari penggugat sehingga tuntutan penggugat belum bisa
dikabulkan.
c. Eksepsi
halang (peremptoir exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang bersifat
menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah mendekati pokok
perkara. Termasuk jenis ini eksepsi tentang lampau waktu, eksepsi tentang
penghapusan hutang.
.
Menurut pasal 134 HIR dan Pasal 132 Reglement op de
Rechsvordering (“Rv”) disebutkan,
bahwa eksepsi dapat diajukan setiap saat, yaitu:
1) Selama
proses perkara di persidangan pengadilan tingkat pertama berlangsung.
2) Tergugat
dapat mengajukaneksepsi sejak saat pemeriksaan dimulai dan sebelum putusan
dijatuhkan.[1]
·
Prosesual eksepsi ( eksepsi formil), yaitu eksepsi
yang berdasar hokum formil (acara / proses), yang meliputi :
a)
Esepsi hakimtidak berkuasa memeriksa gugatan yang
diajukan penggugat,
b)
Eksepsi perkara yang telah diputuskan oleh hakim dan
mempunyai kekuatan tetap,sehingga perkara tidak bisa diadili lagi,
c)
Eksepsi penggugat tidak mempunyai kedudukan sebagai
subyek penggugat,
d)
Eksepsi tentang lewatnya waktu,
e)
Esepsi tentang sengketa masih tergantung atau masih
dalam proses pengadilan atau belum berkekuatan tetap.
·
Materil eksepsi, yaitu eksepsi berdasarkan hukum
materil,yang meliputi:
a)
Dilatoir eksepsi ialah eksepsi yang menyatakan bahwa
tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan berhubungan dengan,umpamanya
penggugat memberikan penundaan pembayaran,esepsi tentang gugatan kabur atau
tidak terang.
b)
Prematoir eksepsi adalah eksepsi yang tetap
menghalangi dikabulkanya tuntutan penggugat,misalnya gugatan melampaui waktu
atau utangnya sudah dihapus,eksepsi tentang perkara belum waktunya diajukan
karena masih di[ertimbangkan menerima atau menolak.
3) Mengaku
bulat-bulat
Apabila tergugat dalam jawabannya
itu mengakui seluruh dalil-dalil gugatan secara bulat maka perkara diangap
telah terbukti dan gugatan dapat dikabulkan seluruhnya, kecuali dalam hal
gugatan cerai.
Dalam perkara perceraian, maka
meskipun mungkin tergugat telah mengakui alas an-alasan cerai yang dikemukakan
oleh tergugat, hakim harus berusaha menemukan kebeneran meteril alas an
tersebut dengan alat-alat bukti yang cukup.
4) Mungkir
mutlak
Apabila tergugat dalam jawabannya
memungkiri secara mutlak maka pemeriksaan dilanjutkan pada tahap berikutnya
sampai pada tahap berikutnya sampai pada dibuktikan atau tidaknya dalil-dalil
gugat.
5) Mengaku
dengan klausula (syarat)
Apabila tergugat mengaku dengan
klausula, maka pengakuan itu harus diterima seutuhnya dan tidak boleh
dipisah-pisahkan.
6) Referte
(jawaban berbelt-belit)
Atau menyerahkan kepada
kebijaksanaan hakim, tidak membantah dan tidak pula membenarkan penggugat.
7) Konvensi
(dalam pokok perkara)
Jawaban dalam pokok perkara
(konvensi) ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil yang diajukan penggugat.
Selain eksepsi, tergugat juga
diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap penggugat. Dalam gugatan yang
kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang pertama, tergugat berkedudukan
sebagai penggugat, sedang penggugat berkedudukan sebagai tergugat. Akan tetapi
dalam acara gugatan antara penggugat dengan tergugat (gugat konvensi) tergugat
dapat menggugat kembali pihak penggugat yang tidak merupakan acara yang
terpisah dari gugatan yang pertama. Gugatan dari pihak tergugat ini disebut
gugat balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam gugatan pertama atau gugat
konvensi, disebut sebagai penggugat dalam konvensi/tergugat dalam rekonvensi,
sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi/penggugat dalam
rekonvensi.
8) Rekonvensi
Dalam tahap ini, tergugat disamping
mengajukan jawaban atas dalil-dalil gugat penggugat, ia juga mengajukan gugatan
balik(rekonvensi) terhadap penggugat. Dalam hal demikian maka kedudukan
tergugat dalam konvensi juga menjadi penggugat dalam rekonvensi, dan sebaliknya
penggugat dalam konvensi juga menjadi tergugat dalam rekonvensi.[2]
Gugat rekovensi adalah gugatan
yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang
berjalan antara mereka atau disebut juga gugatan balasan, gugatan balik.
Tidak berarti meskipun tergugat membalas gugatan, lalu ada 2 perkara yang
terpisah. Dalam gugatan tersebut berisi :
a) Ada pihak
penggugat dan pihak tergugat
b) Penggugat
dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.
Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi
itu :
a) Penggugat
menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi
b) Tergugat
menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.
Jadi kedua perkara terserbut
diperiksa dan diputus sekaligus dalam satu putusan. Dan masing-masing pihak
akan berusaha membuktikan kebenaran masing-masing dalil gugatannya disertai
tuntutan (petitum) masing-masing pihak.
Menurut ketentuan pasal 132 a H.I.R
– 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi
kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1. Rekonvensi
tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kwalitas,
sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat peribadi dan sebaliknya.
Misalnya, penggugat Albert dala kwalitas sebagai Direktur P.T. Musi Jaya
Plantation mengajukan gugatan terhadap tergugat Bidin. Kemudian tergugat Bidin
menjawab dengan mengajukan rekonvensi kepada Albert pribadi. Rekonvensi semacam
ini tidak diperbolehkan dan hakim akan menolaknya, karena Albert itu bukan
sebagai pribadi, melainkan Direktur P.T. Musi Jaya Plantation.
2. Rekonvensi
tidak boleh diajukan apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan tidak
berwenang memeriksa gugatan rekonvensi. Misalnya penggugat Asnam (bekas suami
beragama Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat Buntari (bekas isteri yang
beragama Islam) mengenai pembagian harta yang dikuasainya. Kemudian tergugat
Buntari mengajukan jawaban beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang
belum dipenuhinya. Disini persoalan nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama.
Rekonvensi semacam ini akan ditolak oleh haki (kompetensi absolut).
3. Rekonvensi
tidak boleh diajukan apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan putusan hakim
. dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak
karena perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang telah
ditetapkan dala putusan itu. Sedangkan rekonvensi itu masih menyangkut penetapan
hak, rekonvensi semacam ini harus ditolak. Misalnya, hami memerintahkan
tergugat yang dinyatakan kalah supaya melaksanakan putusan yaitu menyerahkan
sebidang sawah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya
penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim akan
menolak rekonvensi ini.
2. Replik
Replik berasal dari dua kata yaitu
re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi replik berarti kembali menjawab. Replik
adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam perkara perdata. Replik
harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban tergugat. Oleh karena
itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk
mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap
jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan
untuk memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya.[3]
Replik yaitu
jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat
atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhka gugatannya , dengan
mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata dipengadilan negeri
setelah tergugat mengajukan jawaban.[4]
Setelah tergugat menyampaikan
jawabannya, kemudian si penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai
dengan pendapatnya. Dalam tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan
gugatannya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas
dalil-dalilnya.
3. Duplik
Duplik adalah jawaban tergugat atas
replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam dupliknya mungkin membenarkan
dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula tertutup
kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya
atas replik yang diajukan penggugat. Tahapan replik dan duplik dapat saja
diulangi sampai terdapat titik temu antara penggugat dengan tergugat atau dapat
disimpulkan titik sengketa antara penggugat dan tergugat, atau tidak tertutup
kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan dibukanya kembali proses
jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik yang diajukan
penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil yang
telah pernah dikemukakan di depan sidang. Tergugat selalu mempunyai hak
bicara terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya
menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak.
Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui izin
dari ketua majlis. Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum
arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majlis. Bilamana pihak-pihak dan hakim
tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan
hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.
Duplik, yaitu jawaban tergugat terhadap
replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik ini pun dapat
diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan
jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.
Apabila
acara jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat sudah cukup, dimana duduk
perkara perdata yang diperiksa sudah jelas semuanya, tahapan pemeriksaan
selanjutnya adalah pembuktian.[5]
Setelah penggugat menyampaikan
repliknya, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi pula. Dalam
tahap ini mungkin tergigat bersikap seperti penggugat dalam repliknya tersebut.
Acara replik dan duplik ini dapat
diulangi sampai ada titik temu antara penggugat dan tergugat, dan/atau dianggap
cukup oleh hakim.
Apabila acara jawab-menjawab ini
dianggap telah cukup namun masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh
penggugat dan tergugat sehingga perlu dibuktijan kebenarannya, maka acara di
lanjut ke tahap pembuktian.[6]
4.
Putusan Pengadilan
Dalam pasal 109 UU Peradilan Tata Usaha
Negara,Putusan Pengadilan harus memuat:
a.
Kepala putusan yang
berbunyi:”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”
b.
Nama,Jabatan,kewarganegaraan,tempat
kediaman,atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa,
c.
Ringkasan gugatan dan
jawaban tergugat yang jelas,
d.
Pertimbangan dan
penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu di periksa,
e.
Alasan hukum yang
menjadi dasar putusan,
f.
Amar putusan tenteng
sengketa dan biaya perkara,
g.
Hari,tanggal
putusan,nama hakim yang memutus,nama panitra,serta keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.[7]
Posita atau dasar
gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang diuraikan
secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk
perkara suatu sengketa dan berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara
Penggugat dan Tergugat. Sedangkan Petitum
adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat
untuk diputuskan oleh Hakim.
Dalam pelaksanaan putusan
pengadilan,hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
yang dapat dilaksanakan. Dalam UU PTUN pasal 116(1 dan 2),menerangkan bahwa
salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitra Pengadilan
setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama
selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari.dalam hal empat bulan setelah
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetep sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1,maka KTUN yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan
hukum lagi.Dalam pasal 117 ayat 2 menjelaskan, Dalam waktu 30 hari setelah
menerima pemberitahuan,penggugat dapat mengajukan pemohon kepada ketua
pengadilan yang telah mengirimkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap tersebut agar tergugat dibabani kewajiban membayar
sejumlah uang atau kompesasi lain yang di inginkannya.[8]
5. Ganti Rugi
Ganti
kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.
Dalam UU
PTUN pasal 120 menerangkan bahwa:
a. Salinan
putusan pengadilan yang berisi kewajiban
membayar ganti rugi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam waktu 3 hari
setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap,
b. Salinan
putusan pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat 1,dikirimkan pula oleh pengadilan kepada badan atau pejabat
tata usaha negara yang dibebani kewajiban membayar ganti rugi tersebut dalam
waktu 3 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Besarnya
ganti rugi beserta tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 97 ayat 10 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi
adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam
kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang di berikan pada tingkat
penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut,
ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.
Dalam UU PTUN pasal 121ayat 1 menerangkan bahwa”Dalam hal gugatan yang
berkaitan dengan kepegawian dikabulkan sesuai dengan ketentuan sebagaiman yang
dimaksud dalam pasal 97 ayat 11,salinan putusan pengadilan yang berisi
kewajiban tentang rehabilitasi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam
waktu 3 hari setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.[9]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Eksepsi
adalah sanggahan terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai
pokok perkara atau pokok perlawanan dengan maksud untuk menghindari gugatan
dengan cara agar hakim menetapkan gugatan tidak diterima atau ditolak.
2. Replik
adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat. Bahkan tidak
tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk mengajukan
rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap jawaban
Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan untuk
memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya]
3. Duplik
adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam
dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan
tidak pula tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat
meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan penggugat.
4.
Putusan Pengadilan
Dalam pasal 109 UU Peradilan Tata Usaha
Negara,Putusan Pengadilan harus memuat:
a.
Kepala putusan yang
berbunyi:”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”
b.
Nama,Jabatan,kewarganegaraan,tempat
kediaman,atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa,
c.
Ringkasan gugatan dan
jawaban tergugat yang jelas,
d.
Pertimbangan dan penilaian
setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama
sengketa itu di periksa,
e.
Alasan hukum yang
menjadi dasar putusan,
f.
Amar putusan tenteng
sengketa dan biaya perkara,
g.
Hari,tanggal
putusan,nama hakim yang memutus,nama panitra,serta keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.
5. Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas
tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan,
dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang.
6.
Rehabilitasi
adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam
kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang di berikan pada tingkat
penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut,
ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Prodjohamidjojo
Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum Acara
Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor
selatan
H.
Riduan Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar
Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Cet. V, 2009
UNDANG-UNDANG
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
[1]Prodjohamidjojo
Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum Acara
Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor
selatan.,Hal 49
[2].opcit, hal.47
[3]www.scribd.com/doc/21264385/Replik
[4]H. Riduan Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata,
PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Cet. V, 2009
[5]http://afiqi-sirau.blogspot.com/2009/01/duplik.html
[6]opcit,hal 108
[7]
UU PTUN pasal 109
[8]
Prodjohamidjojo Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum
Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor
selatan.,Hal 98-103
[9]
Prodjohamidjojo Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum
Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor
selatan.,Hal 105
pengetahuan yang sangat berharga
BalasHapus