Kamis, 26 April 2018

MAKALAH EKSEPSI,REPLIK DUPLIK,PUTUSAN PENGADILAN,GANTI RUGI, DAN REHABILITASI

MAKALAH EKSEPSI,REPLIK DUPLIK,PUTUSAN PENGADILAN,GANTI RUGI, DAN REHABILITASI

Disusun oleh        : Achmad Syarifudin / 15030050
Jurusan                : Al Ahwal Asy Syakhsiyah




SEKOLAH TINGGI  AGAMA ISLAM YOGYAKARTA

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan mengucap puji syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya. Sehingga makalah tentang eksepsi,replik duplik,putusan pengadilan,ganti rugi,dan rehabilitasi,dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusun makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Untuk iti penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada.
1.      Bpk.ricy Fatkhurrokhman,dosen mata kuliah hukum pengadilan tata usaha negara
2.      Semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini
Penyusu menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir dari segalanya,melinkan langkah awal yang masih banyak memerlukan koreksi. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat kepada semua pihak pada umumnya dan peda penulis khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Rongkop,27 April 2018





Penulis

     

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB    I   PENDAHULUAN
A. Latar Belakan…........................................................................... 1
B. Maksud dan tujuan ...................................................................... 2

BAB   II  PEMBAHASAN
A. Pengertian Eksepsi,Replik,Duplik…............................................ 3
B. Putusan pengadilan ...................................................................... 8
C. Ganti rugi ..................................................................................... 9
D.Rehabilitasi.................................................................................. 10
BAB  III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................  12




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LatarBelakang
Dalampemeriksaanperkaradalampengadilannegeritahapjawabmenjawabantaratergugatdanpenggugatadalahhalyangpentingapayang dikemukakanolehtergugatitulebihpentingdaripadapenggugatkarenatergugatadalahsasaranpenggugat.Padadasarnyatergugattidakwajibmenjawabgugatanpenggugat, akantetapijikatergugatmenjawabnyamakadilakukansecaratertulismaupunsecaralisan. Jawabantergugatbisaberupapengakuan, bantahan, tangkisandanreferte.
Denganmacam-macamjawabantersebutmaka, makalahiniakanmengambilsalahsatupermasalan yang akandibahasyaitutentangtangkisanatau (eksepsi),replik  duplik,putusan pengadilan,ganti rugi,dan rehabilitasi. Eksepsiadalahsuatutangkisanatausanggahan yang tidakmenyangkutpokokperkara. Eksepsidisusundandiajukanberdasarkanisigugatan yang dibuatpenggugatdengancaramencarikelemahan-kelemahanataupunhal lain diluargugatan yang dapatmenjadialasanmenolak/menerimagugatan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986.


\
B.     RumusanMasalah
1.      Apakah yang dimaksuddenganEksepsi,replik duplik?
2.      apa saja unsur-unsur putusan pengadilan ?
3.      Apayang dimaksud ganti rugi,dan rehabilitasi ?
C.     TUJUAN PENULIS
1.      Mahasiswa dapat mengetahui tenteng eksepsi,replik duplik.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui unsur-unsur dalam putusan pengadilan.
3.      Mahasiawa dapat mengetahui tenteng ganti rugi serta rehabilitasi.


























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Esepsi,Replik,Duplik
1.      Eksepsi
Dalam jawaban tergugat atas gugatan penggugat, lazim tergugat mengajukan eksepsi. Eksepsi adalah sanggahan terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara atau pokok perlawanan dengan maksud untuk menghindari gugatan dengan cara agar hakim menetapkan gugatan tidak diterima atau ditolak.
Terkait tangkisan atau eksepsi, bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Tujuan pokok pengajuan eksepsi, yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan negatif, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan berdasarkan putusan negatif itu, pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung penyelesaian materi pokok perkara.
Didalam Herziene Inlandsch Reglement (“HIR”) hanya mengenal satu macam eksepsi ialah eksepsi perihal tidak berkuasanya hakim. Eksepsi ini terdiri dari dua macam, eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut dan eksepsi yang menyangkut kekuasaan relatif. Kedua macam eksepsi ini termasuk eksepsi yang menyangkut acara, dalam hukum acara perdata disebut eksepsi prosesuil (procesueel).
Sedangkan menurut ilmu pengetahuan hukum acara perdata, tangkisan atau eksepsi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Eksepsi tolak (declinatoir exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk jenis ini ialah eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus, eksepsi penggugat tidak berhak mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin naik banding.
b.      Eksepsi tunda (dilatoir exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menunda diteruskannya perkara. Termasuk jenis ini adalah eksepsi karena ada penundaan pembayaran dari penggugat sehingga tuntutan penggugat belum bisa dikabulkan.
c.       Eksepsi halang (peremptoir exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah mendekati pokok perkara. Termasuk jenis ini eksepsi tentang lampau waktu, eksepsi tentang penghapusan hutang.
.
Menurut pasal 134 HIR dan Pasal 132 Reglement op de Rechsvordering (“Rv”) disebutkan, bahwa eksepsi dapat diajukan setiap saat, yaitu:
1)      Selama proses perkara di persidangan pengadilan tingkat pertama berlangsung.
2)      Tergugat dapat mengajukaneksepsi sejak saat pemeriksaan dimulai dan sebelum putusan dijatuhkan.[1]
·         Prosesual eksepsi ( eksepsi formil), yaitu eksepsi yang berdasar hokum formil (acara / proses), yang meliputi :
a)      Esepsi hakimtidak berkuasa memeriksa gugatan yang diajukan penggugat,
b)      Eksepsi perkara yang telah diputuskan oleh hakim dan mempunyai kekuatan tetap,sehingga perkara tidak bisa diadili lagi,
c)      Eksepsi penggugat tidak mempunyai kedudukan sebagai subyek penggugat,
d)     Eksepsi tentang lewatnya waktu,
e)      Esepsi tentang sengketa masih tergantung atau masih dalam proses pengadilan atau belum berkekuatan tetap.
·         Materil eksepsi, yaitu eksepsi berdasarkan hukum materil,yang meliputi:
a)    Dilatoir eksepsi ialah eksepsi yang menyatakan bahwa tuntutan penggugat belum dapat dikabulkan berhubungan dengan,umpamanya penggugat memberikan penundaan pembayaran,esepsi tentang gugatan kabur atau tidak terang.
b)   Prematoir eksepsi adalah eksepsi yang tetap menghalangi dikabulkanya tuntutan penggugat,misalnya gugatan melampaui waktu atau utangnya sudah dihapus,eksepsi tentang perkara belum waktunya diajukan karena masih di[ertimbangkan menerima atau menolak.
3)      Mengaku bulat-bulat
Apabila tergugat dalam jawabannya itu mengakui seluruh dalil-dalil gugatan secara bulat maka perkara diangap telah terbukti dan gugatan dapat dikabulkan seluruhnya, kecuali dalam hal gugatan cerai.
Dalam perkara perceraian, maka meskipun mungkin tergugat telah mengakui alas an-alasan cerai yang dikemukakan oleh tergugat, hakim harus berusaha menemukan kebeneran meteril alas an tersebut dengan alat-alat bukti yang cukup.

4)      Mungkir mutlak
Apabila tergugat dalam jawabannya memungkiri secara mutlak maka pemeriksaan dilanjutkan pada tahap berikutnya sampai pada tahap berikutnya sampai pada dibuktikan atau tidaknya dalil-dalil gugat.
5)      Mengaku dengan klausula (syarat)
Apabila tergugat mengaku dengan klausula, maka pengakuan itu harus diterima seutuhnya dan tidak boleh dipisah-pisahkan.
6)      Referte (jawaban berbelt-belit)
Atau menyerahkan kepada kebijaksanaan hakim, tidak membantah dan tidak pula membenarkan penggugat.
7)      Konvensi (dalam pokok perkara)
Jawaban dalam pokok perkara (konvensi) ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil yang diajukan penggugat.
Selain eksepsi, tergugat juga diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap penggugat. Dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang pertama, tergugat berkedudukan sebagai penggugat, sedang penggugat berkedudukan sebagai tergugat. Akan tetapi dalam acara gugatan antara penggugat dengan tergugat (gugat konvensi) tergugat dapat menggugat kembali pihak penggugat yang tidak merupakan acara yang terpisah dari gugatan yang pertama. Gugatan dari pihak tergugat ini disebut gugat balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam gugatan pertama atau gugat konvensi, disebut sebagai penggugat dalam konvensi/tergugat dalam rekonvensi, sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi/penggugat dalam rekonvensi.
8)      Rekonvensi
Dalam tahap ini, tergugat disamping mengajukan jawaban atas dalil-dalil gugat penggugat, ia juga mengajukan gugatan balik(rekonvensi) terhadap penggugat. Dalam hal demikian maka kedudukan tergugat dalam konvensi juga menjadi penggugat dalam rekonvensi, dan sebaliknya penggugat dalam konvensi juga menjadi tergugat dalam rekonvensi.[2]
Gugat  rekovensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka  atau disebut juga gugatan balasan, gugatan balik. Tidak berarti meskipun tergugat membalas gugatan, lalu ada 2 perkara yang terpisah. Dalam gugatan tersebut berisi :
a)      Ada pihak penggugat dan pihak tergugat
b)      Penggugat dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.
Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi itu :
a)      Penggugat menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi
b)      Tergugat menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.
Jadi  kedua perkara terserbut diperiksa dan diputus sekaligus dalam satu putusan. Dan masing-masing pihak akan berusaha membuktikan kebenaran masing-masing dalil gugatannya disertai tuntutan (petitum) masing-masing pihak.
Menurut ketentuan pasal 132 a H.I.R – 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1.      Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kwalitas, sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat peribadi dan sebaliknya. Misalnya, penggugat Albert dala kwalitas sebagai Direktur P.T. Musi Jaya Plantation mengajukan gugatan terhadap tergugat Bidin. Kemudian tergugat Bidin menjawab dengan mengajukan rekonvensi kepada Albert pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak diperbolehkan dan hakim akan menolaknya, karena Albert itu bukan sebagai pribadi, melainkan Direktur P.T. Musi Jaya Plantation.
2.       Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi. Misalnya penggugat Asnam (bekas suami beragama Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat Buntari (bekas isteri yang beragama Islam) mengenai pembagian harta yang dikuasainya. Kemudian tergugat Buntari mengajukan jawaban beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum dipenuhinya. Disini persoalan nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama. Rekonvensi semacam ini akan ditolak oleh haki (kompetensi absolut).
3.      Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan putusan hakim . dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak karena perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang telah ditetapkan dala putusan itu. Sedangkan rekonvensi itu masih menyangkut penetapan hak, rekonvensi semacam ini harus ditolak. Misalnya, hami memerintahkan tergugat yang dinyatakan kalah supaya melaksanakan putusan yaitu menyerahkan sebidang sawah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim akan menolak rekonvensi ini.
2.      Replik
Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi replik berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam perkara perdata. Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban tergugat. Oleh karena itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan untuk memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya.[3]
Replik  yaitu  jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhka gugatannya , dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.[4]
Setelah tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapatnya. Dalam tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk memperjelas dalil-dalilnya.
3.      Duplik
Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan penggugat. Tahapan replik dan duplik dapat saja diulangi sampai terdapat titik temu antara penggugat dengan tergugat atau dapat disimpulkan titik sengketa antara penggugat dan tergugat, atau tidak tertutup kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan dibukanya kembali proses jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik yang diajukan penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil yang telah pernah dikemukakan di depan sidang.  Tergugat selalu mempunyai hak bicara terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui izin dari ketua majlis. Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majlis. Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.
Duplik, yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.
Apabila acara jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat sudah cukup, dimana duduk perkara perdata yang diperiksa sudah jelas semuanya, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah pembuktian.[5]
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi pula. Dalam tahap ini mungkin tergigat bersikap seperti penggugat dalam repliknya tersebut.
Acara replik dan duplik ini dapat diulangi sampai ada titik temu antara penggugat dan tergugat, dan/atau dianggap cukup oleh hakim.

Apabila acara jawab-menjawab ini dianggap telah cukup namun masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh penggugat dan tergugat sehingga perlu dibuktijan kebenarannya, maka acara di lanjut ke tahap pembuktian.[6]
4.      Putusan Pengadilan
Dalam pasal 109 UU Peradilan Tata Usaha Negara,Putusan Pengadilan harus memuat:
a.       Kepala putusan yang berbunyi:”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”
b.      Nama,Jabatan,kewarganegaraan,tempat kediaman,atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa,
c.       Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas,
d.      Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu di periksa,
e.       Alasan hukum yang menjadi dasar putusan,
f.       Amar putusan tenteng sengketa dan biaya perkara,
g.      Hari,tanggal putusan,nama hakim yang memutus,nama panitra,serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.[7]
Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang diuraikan secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu sengketa dan berisi fakta hukum terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat. Sedangkan Petitum adalah kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.
Dalam pelaksanaan putusan pengadilan,hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan. Dalam UU PTUN pasal 116(1 dan 2),menerangkan bahwa salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitra Pengadilan setempat atas perintah ketua pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari.dalam hal empat bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetep sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,maka KTUN yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.Dalam pasal 117 ayat 2 menjelaskan, Dalam waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan,penggugat dapat mengajukan pemohon kepada ketua pengadilan yang telah mengirimkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut agar tergugat dibabani kewajiban membayar sejumlah uang atau kompesasi lain yang di inginkannya.[8]
5.      Ganti Rugi
Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Dalam UU PTUN pasal 120 menerangkan bahwa:
a.       Salinan putusan pengadilan  yang berisi kewajiban membayar ganti rugi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam waktu 3 hari setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap,
b.      Salinan putusan pengadilan yang berisi kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1,dikirimkan pula oleh pengadilan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang dibebani kewajiban membayar ganti rugi tersebut dalam waktu 3 hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
c.       Besarnya ganti rugi beserta tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 97 ayat 10 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
6.      Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah  hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang di berikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Dalam UU PTUN pasal 121ayat 1 menerangkan bahwa”Dalam hal gugatan yang berkaitan dengan kepegawian dikabulkan sesuai dengan ketentuan sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 97 ayat 11,salinan putusan pengadilan yang berisi kewajiban tentang rehabilitasi dikirimkan kepada penggugat dan tergugat dalam waktu 3 hari setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap.[9]











BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1.      Eksepsi adalah sanggahan terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara atau pokok perlawanan dengan maksud untuk menghindari gugatan dengan cara agar hakim menetapkan gugatan tidak diterima atau ditolak.
2.      Replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan untuk memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya]
3.      Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan penggugat.
4.      Putusan Pengadilan
Dalam pasal 109 UU Peradilan Tata Usaha Negara,Putusan Pengadilan harus memuat:
a.       Kepala putusan yang berbunyi:”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”
b.      Nama,Jabatan,kewarganegaraan,tempat kediaman,atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa,
c.       Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas,
d.      Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu di periksa,
e.       Alasan hukum yang menjadi dasar putusan,
f.       Amar putusan tenteng sengketa dan biaya perkara,
g.      Hari,tanggal putusan,nama hakim yang memutus,nama panitra,serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
5.      Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
6.      Rehabilitasi adalah  hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang di berikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.





















DAFTAR PUSTAKA
Prodjohamidjojo Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor selatan
H. Riduan Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Cet. V,  2009
UNDANG-UNDANG PENGADILAN TATA USAHA NEGARA


[1]Prodjohamidjojo Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor selatan.,Hal 49
[2].opcit, hal.47

[3]www.scribd.com/doc/21264385/Replik
[4]H. Riduan Syahrani, S.H., Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Cet. V,  2009

[5]http://afiqi-sirau.blogspot.com/2009/01/duplik.html
[6]opcit,hal 108
[7] UU PTUN pasal 109
[8] Prodjohamidjojo Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor selatan.,Hal 98-103
[9] Prodjohamidjojo Mr.martiman,M.A.,M.M.2005,Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara Dan UU PTUN 2004.Ghalia indonesia.Bogor selatan.,Hal 105

1 komentar: